Bayu membelai mesra,
Mulus, halus mengelus indera.
Ketika itu cerita hadir, tegak tertegun menatap
pucuk-pucuk akasia yang menjulang.
Dahannya yang bergoyang lemah, saling bersentuhan dengan ranting, membuat nyanyian alam suci dan murni. Menembangkan melodi kehidupan. Melodi di pagi hari yang kini beranjak
menjelang petang. Yang akan bersemi di
keesokan hari dengan benih yang baru, bersama benih yang baru pula.
Dan cerita pun tersenyum.
Dengan masih memandang akasia itu, sejenak kemudian matanya
beralih, deretan lokal-lokal belajar menjadi lintasan senyumnya.
Yeaaah,
Dia berkata, “Akasia itu jadi saksi, betapa kisah telah
terangkai. Telah terekam erat menjadi satu album perdana dan terakhir. Album
Remaja. Yang syahdu, haru, indah dan
duka. Dan yang membangunkan senyum
tersendiri bila ditembangkan di tengah siang kehidupan atau pada petang usia
yang telah menutup wangi bunga."
Cerita meremas tangannya. Terasa dadanya bergejolak merasakan getaran
lain. Haru. Halaman dibalik. Keadaan membelai-belai memori lalu yang telah
berganti dan Maneger Batra melintas di pelupuk matanya. “Selamat berpisah, sekolahku …” Bibirnya
membisik lembut."
Dalam langkahnya, dia berhenti pada sebuah ruang belajar yang di
atas pintunya bertuliskan : Tiga Sosial. Dulu …, lokal itu ramai oleh dirinya dan
teman-temannya. Sebuah tempat yang
menjadi markas belajar, menempa segala macam ilmu dan munculnya segala macam
ide, serta pos kenakalan. Lengkap di sana. Cita dan cinta serta merana bukan barang aneh
di sana.
Menoleh ke sebuah bangku, ingat dia dengan Iwan, Addien, Heru,
Zoel dan Ujang yang suka membasahi bibir dengan lagu-lagu dangdut. Lagunya orang-orang yang lahir di tangan
dukun kampung. Orang-orang yang
sederhana. Mereka tidak perduli itu. Toh, guitar tetap berdenting nyaring, bangku hingga reyot digendangi. Hingga, tak jarang Bapak Kepala Sekolah mencak-mencak. Apalagi Pak Rahman Penjaga Sekolah? Bah,
Amin, Herman, Hasbi, Yanto, Arman, Kifli …. Mereka paling doyan berjingkrak-jingkrak
hingga lupa diri. Kemudian membuat para
cewek memble, kesal. Nita, Ririn,
Elidah, Ani. Mereka sering marah, keki
dan muak. Tapi apa mau dikata? Itulah mereka saat itu. Mereka-mereka yang bertingkah, tapi
mereka-mereka juga yang kompak.
Mereka-mereka yang dipelototi, tapi mereka juga yang disayangi. Aach!
Kepada mu, Kepala Sekolah, Dewan Guru dan Karyawan serta
teman-teman dan adik-adik …. Saat-saat
bersama semasa itu memang indah sekali.
Terindah mungkin. Apalagi bila
dikenang saat ini. Lembaran termanis
dari nostalgia adalah memori di SMA, kata Uwak Obbie Messakh. Canda-ria, tawa-rini. Gelak-gelok dan ehem-ehum bersatu menjadi
senyuman kita sekarang.
Kini kita telah berpisah.
Telah jauh dan kian menjauh.
Telah menapakkan kaki demi kelanjutan cita-cita dan tujuan
masing-masing. Entah dimana kini kau berada? Sekolah ditinggalkan dan tangan
pundilambaikan. Sekolah yang menyimpan
siratan dan suratan serta surat
kenangan yang sarat akan bayangan.
Perpisahan yang hadir pada akhir pertemuan perih menorah dalam
jiwa. Kristal air mata lugu menggenang
tanpa terasa. Haru menyesak dada. Jumpa telah berakhir. Tanpa diminta dan tanpa bisa dicegah dia
pasti datang. Menjemput dan menarik
kepada persimpangan jalan. Antara
keraguan dan harapan. Antara sedih dan bahagia ….
Hanyalah kenangan yang akan tinggal dan dibawa, dan akan menemani setiap langkah cita-cita
dan kerinduan.
Sayonara,
Selamat tinggal ….
Tiada lagi wajah-wajah kami yang suka bikin ribut, yang nakal,
yang suka menggoda dan yang kurang ajar. Maafkanlah kami, itulah kami yang
rindu pada irama hidup, yang masih
mencari idola, yang masih bingung pada realita.
Terima kasih, kalian
lepas kami dengan senyum ikhlas. Walau
ada air mata, namun itu air mata yang menyejukkan. Keharuan yang terbersit dalam dada kami dan
hati kami yang tersedak menandakan cinta kami.
Hati kami pun berat, tapi
bagaimana pun kami harus pergi. Untuk kami ….
Selamat tinggal ….
Dari kami, atas nama kelas tiga
Zuhiruddin : Kepala RT Tiga Sosial
Kariono : Kepala RT Tiga Syari’ah
Nurokhman : Mantan Ketua OSIS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar