ILMU ASBAB
AL-NUZUL
A.
Pendahuluan
Pada masa Nabi terkadang ada suatu pertanyaan yang
dilontarkan kepada beliau dengan maksud meminta ketegasan hukum atau memohon
penjelasan secara terperinci tentang urusan-urusan agama, sehingga turunlah
beberapa ayat dari ayat-ayat al-Qur’an, hal yang seperti itulah yang dimaksud
dengan asbabun nuzul atau
sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Terkadang banyak ayat yang turun, sedang
sebabnya hanya satu, dalam hal ini tidak ada permasalahan yang cukup penting,
karena itu banyak ayat yang turun didalam berbagai surah berkenaan dengan satu
peristiwa. Asbabun Nuzul adakalanya berupa kisah tentang peristiwa yang
terjadi, atau berupa pertanyaan yang disampaikan kepada Rasulullah SAW untuk
mengetahui hukum suatu masalah, sehingga Al-Qur'an pun turun sesudah terjadi
peristiwa atau menjawab pertanyaan tersebut.
Pemaknaan ayat al-Qur’an seringkali tidak diambil
dari makna letter lack. Oleh karena
itu perlu diketahui hal-hal yang berhubungan dengan turunnya ayat tersebut.
Sedemikian pentingnya hingga Ali ibn al-Madiny guru dari Imam al-Bukhari ra
menyusun ilmu asbabun nuzul secara khusus. Kemudian ilmu asbabun nuzul
berkembang sehingga memudahkan para mufassirin dalam menerjemahkan ayat-ayat
al-Qur’an serta memahami isi kandungannya.
Adapun pada makalah ini yang akan dibahas adalah
mengenai pengertian dari Asbabun Nuzul itu? Bagaimanakah cara turunnya Asbabun
Nuzul itu? Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari Asbabun Nuzul?
Dalam tulisan singkat ini akan sedikit membahas
tentang hal-hal yang berkaitan dengan asbab-an-nuzul, mulai dari pengertian,
macam-macam asbabun nuzul, fungsi pentingnya dari asbabun nuzul itu sendiri
serta kaidah yang terkandung dalam penetapan hukum yang terkait dalam asbabun nuzul.
Namun, kesempurnaan makalah ini kami sadari masih sangatlah jauh, sehingga
mungkin bagi kita untuk terus belajar dan mendalaminya di kesempatan yang
mendatang.
B.
Pengertian Asbab al-Nuzul
Menurut bahasa (etimologi), asbab
al-nuzul berarti turunnya ayat-ayat Al-Qur’an (1) dari kata “asbab” jamak dari “sababa”
yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud disini adalah
ayat al-Qur’an. Asbab al-nuzul adalah suatu peristiwa atau saja yang
menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an baik secara langsung atau tidak
langsung.
Menurut istilah atau secara
terminologi asbab al-nuzul terdapat banyak pengertian, diantaranya :
1.
Menurut Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu yang terjadi serta hubungan
dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi sebagai penjelas hukum pada saat
peristiwa itu terjadi”.
2.
Ash-Shabuni
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya
satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian
tersebut, baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang
berkaitan dengan urusan agama”.
3.
Subhi Shalih
ما نزلت الآية اواآيات بسببه متضمنة له او مجيبة عنه او
مبينة لحكمه زمن وقوعه
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau
beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan suatu peristiwa sebagai
respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu
terjadi”.(2)
4.
Mana’ al-Qathan
مانزل قرآن
بشأنه وقت وقوعه كحادثة او سؤال
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang menyebabkan turunnya al-Qur’an
berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi, baik berupa satu kejadian atau
berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”. (3)
________
[1] Ahmad
Syadali dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, Bandung : Pustaka Setia, 2006, hlm. 89.
[2] Subhi
Shalih, Mabahits fi ‘Ulumul Qur’an, Dar
al-Qalam li Al-Malayyin, Beirut , 1988, hlm. 132.
[3] Mana’
al-Qathan, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat
al-Ahsan al-Hadits, t.tp., 1973, hlm. 78.
5.
Nurcholis Madjid
Menyatakan bahwa asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang
adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi saw baik
berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat. (4)
Kendatipun redaksi pendefinisian
diatas sedikit berbeda namun semua menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah
kejadian/peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka
menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari sebuah
kejadian.
Karena itu asbabun nuzul didefinisikan
“sebagai suatu hal yang karenanya Al-Qur’an diturunkan untuk menerangkan
status hukumnya, pada masa hal itu terjadi, baik berupa peristiwa maupun
pertanyaan”. Asbabun Nuzul membahas kasus-kasus yang menjadi
turunnya beberapa ayat Al-Qur’an, macam-macamnya, sighat (redaksi-redaksinya),
tarjih riwayat-riwayatnya dan faedah dalam mempelajarinya.
C.
Pentingnya
Ilmu Asbab al-Nuzul
Ilmu Asbabun Nuzul
mempunyai pengaruh yang penting dalam memahami ayat, karenanya kebanyakan ulama
begitu memperhatikan ilmu tentang Asbabun Nuzul bahkan ada yang menyusunnya
secara khusus. Diantara tokoh (penyusunnya) antara lain :
1.
Ali Ibnu al-Madiny guru Imam
al-Bukhari r.a.
2.
Abu Hasan Ali Al-Wahidy, kitabnya Asbabun
Nuzul
3.
Burhanuddin al-Ja’bari, yang
meringkas Kitab Al-Wahidy dengan menghilangkan isnad-isnadnya tanpa menambahkan
sesuatu.
4.
Syaikhul Islam Ibnu Hajar
al-Atsqolani, juga mengarang Kitab Asbabun Nuzul
5.
Jalaluddin as-Sayuthy juga
telah menyusun sebuah kitab yang lengkap lagi pula
sangat bernilai dengan judul Lubabun Muqul Fi Asbabin Nuzul.
________
(4) Moh.
Ahmadehirjin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998, hlm. 30.
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui Asbabun Nuzul
adalah riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat.
Al-Wahidi mengatakan : “Tidak halal berpendapat
mengenai asbabun nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau
mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya. Mengetahui
sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertian secara bersungguh-sungguh dalam
mencarinya”.
Para ulama Salaf terdahulu dalam mengemukakan
sesuatu mengenai asbabun nuzul amat berhati-hati, tanpa memiliki pengetahuan
yang jelas mereka tidak berani untuk menafsirkan suatu ayat yang telah
diturunkan.
Muhammad bin Sirin mengatakan : “Ketika aku
tanyakan kepada ‘Ubaidah mengetahui satu ayat Al-Qur’an,” dijawab: “Bertaqwalah
kepada Allah dan berkatalah yang benar. Orang-orang yang mengetahui mengapa
ayat Al-Qur’an itu diturunkan telah meninggal.” Artinya, apabila seorang
ulama semacam Ibn Sirin, yang termasuk tokoh Tabi’in terkemuka sudah sedemikian
berhati-hati dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka
hal itu menunjukkan bahwa seseorang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul.
Oleh sebab itu yang dapat dijadikan pegangan dalam
asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan sahabat yang bentuknya seperti
musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun nuzul.
Al-Wahidi telah menentang ulama-ulama di zamannya
atas kecerobohan mereka terhadap riwayat asbabun nuzul, bahkan dia menuduh
mereka pendusta dan mengingatkan mereka akan ancaman berat, dengan mengatakan :
“Sekarang, setiap orang suka mangada-ada dan berbuat dusta; ia menempatkan
kedudukannya dalam kebodohan, tanpa memikirkan ancaman berat bagi orang yang tidak mengetahui sebab turunnya ayat ”.
D. Macam-macam Asbab an-Nuzul
1.
Dilihat dari sudut pandang
redaksi yang dipergunakan dalam riwayat asbab an-nuzul
a.
Sarih (jelas)
Artinya riwayat yang memang sudah jelas menunjukkan asbabun nuzul dengan
indikasi menggunakan lafal (pendahuluan)
Sebab turun ayat ini adalah
Telah terjadi …… maka turunlah ayat
Rasulullah pernah kiranya tentang ……
maka turunlah ayat.
b.
Muhtamilah (masih kemungkinan
atau belum pasti)
Riwayat belum dipastikan sebagai asbab an-Nuzul karena masih terdapat
keraguan.
(ayat ini diturunkan berkenaan dengan)
(saya
kira ayat ini diturunkan berkenaan dengan ……)
(saya
kira ayat ini tidak diturunkan kecuali berkenaan dengan …)
2.
Dilihat dari sudut pandang
terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu
sebab asbab an-nuzul.
a.
Beberapa sebab yang hanya
melatarbelakangi turunnya satu ayat
E.
Urgensi Asbabun Nuzul
1.
Penegasan bahwa al-Qur’an
benar-benar dari Allah SWT
2.
Penegasan bahwa Allah
benar-benar memberikan perhatian penuh pada rasulullah saw dalam menjalankan
misi risalahnya.
3.
Penegasan
bahwa Allah selalu bersama para hambanya dengan menghilangkan duka cita mereka
________
(5) Dr.
Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia, 2006, hlm. 72.
5.
Mengatasi keraguan ayat yang
diduga mengandung pengertian umum
6.
Mengkhususkan hukum yang
terkandung dalam al-Qur’an
7.
Mengidentifikasikan pelaku
yang menyebabkan turunnya ayat al-Qur’an
8.
Memudahkan untuk menghafal dan
memahami ayat serta untuk memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya. [7]
10.
Seorang
dapat menentukan apakah ayat mengandung pesan khusus atau umum dan dalam
keadaan bagaimana ayat itu mesti diterapkan.
F.
Cara Mengetahui Riwayat Asbab
an-Nuzul
Asbab an-nuzul adalah peristiwa yang
terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak boleh tidak ada jalan
lain untuk mengetahuinya selain berdasarkan periwayatan (pentransmisian) yang
benar (naql as-shalih) dari orang-orang yang melihat dan mendengar langsung
turunnya ayat al-Qur’an.
Al-wahidi berkata :
لا يحل
القول فى اسباب نزول الكتاب الاّ بالرواية والسماع ممن شاهدواالتنزيل ووقفوا على
الاسباب وبحثوا عن علمها
“Tidak boleh memperkatakan tentang sebab-sebab turun al-Qur’an melainkan
dengan dasar riwayat dan mendengar dari orang-orang yang menyaksikan ayat itu
diturunkan dengan mengetahui sebab-sebab serta membahas pengertiannya”. [9]
________
[6] Muhammad
bin Shaleh al-Utsaimin, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang:
Dina Utama, 1989, hlm. 14-16.
[7] Dr.
Rosihon Anwar, op.cit., hlm. 64-66.
[8] Allamah
M.H. Thaba’thaba’i, Mengungkap Rahasia al-Qur’an, Bandung:
Mizan, 1987, hlm. 121.
[9] Dr.
Rosihon Anwar, op.cit., hlm. 67.
Sejalan dengan itu, al-Hakim
menjelaskan dalam ilmu hadits bahwa apabila seorang sahabat yang menyaksikan
masa wahyu dan al-Qur’an diturunkan, meriwayatkan tentang suatu ayat al-Qur’an
bahwa ayat tersebut turun tentang suatu (kejadian). Ibnu al-Salah dan lainnya
juga sejalan dengan pandangan ini.
Berdasarkan keterangan di atas, maka
sebab an-nuzul yang diriwayatkan dari seorang sahabat diterima sekalipun tidak
dikuatkan dan didukung riwayat lain. Adapun asbab an-nuzul dengan hadits mursal
(hadits yang gugur dari sanadnya seorang sahabat dan mata rantai periwayatnya
hanya sampai kepada seorang tabi’in). riwayat seperti ini tidak diterima kecuali
sanadnya sahih dan dikuatkan hadits mursal lainnya.
Biasanya ulama menggunakan
lafadz-lafadz yang tegas dalam penyampaiannya, seperti: “sebab turun ayat ini
begini”, atau dikatakan dibelakang suatu riwayat “maka turunlah ayat ini”.
Contoh : “beberapa orang dari golongan
Bani Tamim mengolok-olok Bilal, maka turunlah ayat Yaa aiyuhal ladzina amanu la yaskhar
qouman”.
G. Kaidah Penetapan Hukum Dikaitkan dengan Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul sangatlah erat kaitannya
dengan kaidah penetapan hukum. Seringkali terdapat kebingungan dan keraguan
dalam mengartikan ayat-ayat al-Qur’an karena tidak mengetahui sebab turunnya
ayat. Contohnya firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 115 :
¬!ur ä-Ìô±pRùQ$# Ü>ÌøópRùQ$#ur 4 $yJuZ÷r'sù (#q9uqè? §NsVsù çmô_ur «!$# 4 cÎ) ©!$# ììźur ÒOÎ=tæ ÇÊÊÎÈ
“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di
situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha
Mengetahui”.
Firman Allah itu turun berkenaan
dengan suatu peristiwa yaitu beberapa orang mukmin menunaikan shalat bersama
Rasulullah saw. Pada suatu malam yang gelap gulita sehingga mereka tidak dapat
memastikan arah kiblat dan akhirnya masing-masing menunaikan shalat menurut
perasaan masing-masing sekalipun tidak menghadap arah kiblat karena tidak ada
cara untuk mengenal kiblat.
Seandainya tidak ada penjelasan
mengenai asbabun nuzul tersebut mungkin masih ada orang yang menunaikan shalat
menghadap ke arah sesuka hatinya dengan alasan firman Allah surat al-Baqarah
ayat 115. [10]
Berkaitan dengan hal ini, Masdar F. Mas’udi
menyatakan bahwa firman Allah tentang “Timur dan Barat” mempunya kemungkinan
implikasi yang luas. Firman itu
menyangkut kaum Yahudi Madinah. Menurut
penuturan Ibn Abi Thalhah, ketika Nabi dengan izin Allah mengubah kiblat dari
arah Yerussalem kearah Makkah, kaum Yahudi bertanya-tanya, mengapa ada
perubahan yang mengesankan sikap tidak teguh dalam beragama? Maka firman
Allah tersebut bermaksud untuk menampikkan ejekan kaum Yahudi dan menegaskan
bahwa perkara arah menghadap dalam shalat bukanlah sedemikian prinsifilnya
sehingga harus dikaitkan dengan permasalahan nilai keagamaan yang lebih
mendalam, seperti keteguhan atau konsistensi (istiqomah) sebagai ukuran
kesejatian dan kepalsuan.
H. Problematika Asbab Al-Nuzul
Asbab al
nuzul sebagai suatu peristiwa sejarah tentu memiliki
problematika dalam mengungkapkan segala peristiwa dan kejadian dari suatu sebab
turunnya ayat Al-Qur’an. Tidak
semua hadis tentang asbab al
nuzul sanadnya muttasil, tetapi ada juga yang
sanad periwayatannya terputus, atau kisah-kisahnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
________
Dalam menelaah asbab al nuzul suatu ayat, diperlukan ketelitian
dalam rangka mendapatkan data yang akurat dan valid. Ada tiga
hal dari asbab al nuzul yang perlu mendapat perhatian, yaitu
dari segi redaksi, periwayatan, dan peristiwanya. Ketiga segi inilah yang menjadi
problematika asbab al nuzul.
1.
Redaksi Asbab Al-Nuzul
Asbab al nuzul diketahui melalui beberapa bentuk susunan
redaksi. Bentuk-bentuk redaksi
itu akan memberikan penjelasan apakah suatu peristiwa itu merupakan asbab al nuzul atau bukan. Redaksi dari
riwayat-riwayat yang shahih tidak selalu berupa nash sharih (pernyataan yang jelas) dalam
menerangkan sebab turunnya ayat. Diantara nash tersebut ada yang menggunakan
pernyataan yang konkrit, dan ada pula yang menggunakan bahasa yang samar, yang
kurang jelas maksudnya. Mungkin
yang dimaksudkannya adalah sebab turunnya ayat atau hukum yang terkandung dalam
ayat tersebut.
Redaksi yang digunakan para
sahabat untuk menunjukkan sebab turunnya Al-Quran tidak selamanya sama. Redaksi-redaksi itu berupa beberapa
bentuk :
a. Redaksi asbab al nuzul berupa ungkapan
yang jelas dan tegas, seperti نزلت هذه الأية كذا .
b. Redaksi asbab al nuzul tidak ditunjukkan dengan lafadz sebab,
tetapi dengan menggunakan lafadz fa
ta’qibiyah yang masuk kedalam
ayat yang dimaksud secara langsung setelah pemaparan suatu peristiwa atau
kejadian.
c. Asbab al nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam hal ini Rosulullah ditanya oleh
seseorang, maka ia diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dengan ayat yang
baru diterimanya.
d.
Asbab al nuzul tidak disebutkan dengan redaksi sebab
secara jelas, tidak dengan menggunakan fa
ta’qibiyah yang menunjukkan
sebab, dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun atas dasar pertanyaan, akan
tetapi dengan redaksi نزلت هذه الأية فى كذا . Redaksi seperti itu tidak secara
definitif menunjukkan sebab, tetapi redaksi itu mengandung dua kemungkinan,
yaitu bermakna sebab turunnya (tentang hukum kasus) atau persoalan yang sedang
dihadapi.
2.
Periwayatan asbab al nuzul
Keterangan dari
riwayat-riwayat tentang asbab al-nuzul
tidak semua bernilai shahih (benar), seperti halnya
riwayat-riwayat hadis. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian yang seksama terhadap
keterangan-keterangan (riwayat-riwayat) tentang asbab al-nuzul, baik tentang
sanad-sanadnya (perawi-perawi) maupun matan- matannya.
Asbab al nuzul suatu ayat terkadang mengandung beberapa
riwayat, maka riwayat manakah yang benar-benar merupakan asbab al-nuzul, dalam hal
seperti ini dapat dilakukan beberapa cara :
a.
Satu diantara bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, sedangkan riwayat lain
menyebutkan asbab al nuzul suatu ayat dengan tegas, maka yang
menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan asbab-al nuzul secara tegas, dan riwayat lain
dipandang masuk dalam kandungan hukum ayat.
b.
Apabila banyak riwayat tentang asbab
al-nuzul dan semuanya
menegaskan sebab turunnya, tetapi hanya salah satu riwayat saja yang shahih,
maka yang menjadi pegangan adalah yang shahih. Disinilah diperlukan penelitian hadis,
baik matan maupun sanad.
c.
Apabila beberapa riwayat itu sama shahih, namun terdapat segi yang
memperkuat salah satunya, seperti kehadiran perowi dalam kisah tersebut, atau
salah satu dari riwayat-riwayat itu lebih
sharih, maka riwayat yang lebih kuat itulah yang didahulukan.
d.
Apabila beberapa riwayat asbab
al-nuzul sama kuat, maka
riwayat-riwayat tersebut dipadukan atau dikompromikan bila mungkin, sehingga
dinyatakan bahwa ayat tersebut turun sesudah terjadi dua sebab atau lebih,
karena jarak waktu diantara sebab-sebab itu berdekatan.
e.
Riwayat-riwayat itu tidak bisa dikompromikan karena jarak waktu antara
sebab-sebab tersebut berjauhan, maka hal yang demikian menurut para ulama
dianggap sebagai banyaknya sebab
dan berulang-ulang turunnya ayat tersebut. Namun
sebagian ulama berpendapat bahwa pendapat yang menyatakan ayat itu turun
berulang-ulang tidak dapat diterima. Bahkan
menurut Al-Qattan, hal ini tidak mempunyai kridit poin yang positif. Kedua riwayat itu bisa ditarjih atau dikuatkan salah satunya. [12]
3.
Peristiwa asbab al nuzul
a.
Interval waktu antara peristiwa dan nuzul ayat
Para ulama
berbeda pendapat mengenai berapa lama jarak yang memisahkan antara terjadinya
peristiwa atau pernyataan dengan turunnya ayat Alquran, sehingga peristiwa
tersebut dapat dianggap sebagai asbab
al-nuzul.
·
Sebagian ulama berpendapat bahwa jarak antara turunnya ayat dengan
peristiwa yang dianggap sebagai asbab
al nuzul ayat tidak harus
dekat, tetapi boleh berjarak waktu yang cukup lama. Al wahidi berpendapat bahwa surat Al fill turun karena peristiwa terjadinya
penyerangan tentara gajah ke ka’bah yang terjadi sekitar 40 tahun lebih
sebelum turunnya ayat.
·
Pendapat lain menyatakan bahwa jarak antara peristiwa dengan ayat yang
diturunkan harus dekat, sehingga ayat yang turun jauh setelah peristiwa tersebut
tidak dapat dipandang sebagai asbab
al nuzul ayat. Maka peristiwa serangan tentara gajah
bukanlah merupakan asbab al
nuzul surat Al fill.
________
b.
Banyak nuzul dengan satu sebab ( ta’addut al nazil wa asbab wahid)
Terkadang banyak ayat yang turun, sedang
sebabnya hanya satu. Dalam hal
ini tidak ada permasalahan yang cukup penting, karena itu banyak ayat yang
turun berkenaan dengan satu peristiwa. [13] Statemen Al-Qattan diatas
benar apabila yang dimaksud dengan “satu sebab” adalah satu tema asbab al-nuzul yang sama, yang kemudian dianggap satu
sebab.
c.
Beberapa ayat yang turun untuk satu orang
Terkadang seorang sahabat
mengalami beberapa peristiwa, yang Al-Quran turun mengenai peristiwa-peristiwa
tersebut. Oleh karena itu, banyak
ayat Al-Quran yang turun mengenai dirinya sesuai dengan banyaknya peristiwa
yang terjadi. Misalnya, apa yang
diriwayatkan oleh Bukhori dalam kitab Al-Adab
Al-Mufrad dari Saad bin Abi Waqas
yang menyatakan bahwa ada empat ayat yang turun berkenaan denganku :
·
Ketika ibuku
bersumpah bahwa ia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan
Muhammad, lalu Allah menurunkan ayat ke-15 Surat Luqman.
bÎ)ur #yyg»y_ #n?tã br& Íô±è@ Î1 $tB }§øs9 y7s9 ¾ÏmÎ/ ÖNù=Ïæ xsù $yJßg÷èÏÜè? ( $yJßgö6Ïm$|¹ur Îû $u÷R9$# $]ùrã÷ètB ( ôìÎ7¨?$#ur @Î6y ô`tB z>$tRr& ¥n<Î) 4 ¢OèO ¥n<Î) öNä3ãèÅ_ötB Nà6ã¥Îm;tRé'sù $yJÎ/ óOçFZä. tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÈ
“Jika keduanya (ibu bapakmu) memaksa supaya engkau
mempersekutukan Aku (Allah) dengan sesuatu yang lain, yang engkau tidak
mempunyai pengetahuan tentang itu, maka janganlah engkau ikuti keduanya dan
bergaullah dengan keduanya di dunia secara ma’ruf (baik) dan turutlah jalan orang
yang bertaubat kepada-Ku, kemudian tempat kembalimu kepada-Ku, akan kubawakan
kepadamu apa-apa yang telah kamu kerjakan” (QS. Luqman: 15). [14]
________
[14]
Ibid, hlm. 94
·
Ketika aku
mengambil sebilah pedang dan mengaguminya, maka aku berkata kepada Rosulullah,
wahai Rosulullah berikanlah pedang ini kepadaku, maka Allah menurunkan ayat
pertama surat Al-Anfal.
y7tRqè=t«ó¡o Ç`tã ÉA$xÿRF{$# ( È@è% ãA$xÿRF{$# ¬! ÉAqߧ9$#ur ( (#qà)¨?$$sù ©!$# (#qßsÎ=ô¹r&ur |N#s öNà6ÏZ÷t/ ( (#qãèÏÛr&ur ©!$# ÿ¼ã&s!qßuur bÎ) OçFZä. tûüÏZÏB÷sB ÇÊÈ
“Mereka itu menanyakan
kepada engkau tentang harta rampasan perang, katakanlah: harta rampasan perang
itu untuk Allah dan rosul, sebab itu takutlah kepada Allah dan perbaikilah
urusan diantaramu dan ikutlah Allah dan Rosul-Nya jika kamu orang beriman” (QS.
Al-Anfal : 1).
·
Ketika aku sedang sakit, Rosuluulah mengunjungiku. Aku bertanya kepadanya:
wahai Rosuluulah, aku ingin membagikan hartaku, bolehkah aku mewasiatkan
separuhnya? Ia menjawab tidak. Aku
bertanya lagi bagaimana kalau sepertiganya? Rosulullah diam. Maka wasiat dengan sepertiga harta
itulah yang diperbolehkan.
·
Ketika aku
sedang minum minuman keras (khamr), salah seorang diantara merka memukul
hidungku dengan tulang rahang unta, lalu aku datang kepada Rosulullah. Maka Allah menurunkan larangan minum khamr.
I.
Signifikansi Asbab Al-Nuzul
Hampir
semua ulama sepakat bahwa asbab
al-nuzul itu penting dan mendasar untuk menemukan makna dan signifikansi
ayat-ayat Al-Qur’an. Namun
demikian ada juga yang berpendapat bahwa pengaruh asbab al-nuzul terhadap
pemahaman Al-Qur’an tidak begitu penting. Mereka
beralasan, karena tidak seluruh ayat dan surat
dalam Al-Qur’an memiliki asbab
al -nuzul. Kalaupun dihitung
jumlahnya tidak signifikan. Bahkan Muhammad Syahrur berpendapat bahwa Al-Qur’an
sebenarnya tidak memiliki asbab
al nuzul, karena kandungan Alquran sudah terprogram sejak di lauhul mahfud yang tercermin
dalam terminologi Al kitab, Al
makmun dan fi Imam mubin. [15]
Di samping
bahwa Al-Quran diturunkan dalam satu paket wahyu yang utuh pada bulan Ramadhan,
karenanya tidak ada kaitan antara peristiwa quranik yang diceritakan dalam Al-Hadis
dengan ayat-ayat tersebut. Sebagaimana firman Allah :
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam
qadr”(QS. Al-Qadr:1)
ãöky tb$ÒtBu üÏ%©!$# tAÌRé& ÏmÏù ãb#uäöà)ø9$#
“Bulan Ramadhan di
dalamnya Alquran diturunkan…..(QS. Al-Baqarah:185).”
Meskipun asbab al-Nuzul sangat penting dalam menyingkapkan
makna teks, namun mengetahui secara pasti dan meyakinkan sebab-sebab sejumlah
besar teks Alquran diturunkan tidak selalu mudah. Sebab, terkadang kita dapatkan banyak
riwayat yang melontarkan sejumlah sebab yang berbeda bagi turunnya suatu ayat
itu sendiri (ta'addud al asbab wa al nazil wahid), dan terkadang sebab
yang sama berkaitan dengan ayat-ayat yang berlainan (ta'addud alnazil wa al
sabab wahid). Apakah asbab al nuzul itu hanya berkenaan dengan peristiwa
atau orang yang spesifik atau dapat digeneralisasikan.
Dikalangan
mufassirin terjadi ikhtilaf apakah pelajaran (al 'ibrah) itu bersifat spesifik (bi khusus al
sabab) atau umum (bi umum al lafdz). Masalah yang lain adalah dalam
hal kebahasaan, kalimat istifham (kalimat Tanya) umpamanya, adalah
sekedar suatu kalimat. Namun ia
bisa mempunyai pengertian yang lain, seperti taqrir (penegasan), nafi (penafian) dan
pengertian-pengertian yang lainnya.
Terlepas
dari perbedaan pendapat di atas, memang patut dipertanyakan lagi pendapat yang
menyatakan bahwa tidak mungkin memahami Al-Quran tanpa mengetahui tentang asbab al nuzulnya.
________
[15]. M.Roem Rowi, 2005 :12
Sejalan
dengan pendapat ini, M. Roem Rowi berpendapat bahwa pernyataan seperti di atas
terkesan memutlakkan posisi asbab
al-nuzul dalam pemahaman Al-Quran. Padahal kalau diteliti secara seksama,
hanya sebagian kecil saja diantara ayat-ayat Al-Quran yang tidak bisa dipahami
secara akurat kecuali dengan mengetahui sebab turunnya. Adapun sebagian besar lainnya tetap
bisa dipahami meskipun tidak memakai asbab
al nuzul-nya, baik itu dengan pendekatan kebahasaan dengan sesama ayat,
konteks ayat dan cara-cara lainnya. [16]
Dalam kitab
“Asbab al Nuzul” karya Al wahidi jumlah ayat yang memiliki asbab al nuzul sebanyak 715
ayat / 11,46 % dari keseluruhan ayat Al-Quran. Dalam kitab “Lubab al nuqul fi
asbab al nuzul” karya Al suyuti terdapat 711 ayat/ 11,40 %. Sedangkan dalam kitab “Al musnad al
shahih min asbab al nuzul” karya
Muqbil bin Hadi al wadi’I terdapat 333 ayat/ 5,34 % [17]
Dengan
demikian bisa dikatakan bahwa ayat-ayat yang mempunyai asbab al nuzul sangat sedikit dibanding dengan jumlah
ayat Alquran secara keseluruhan. Namun
jumlah surat yang memiliki asbab
al nuzul menurut ketiga ulama tersebut cukup dominan, dari 114 surat-surat
Alquran. Jumlah surat yang ayat-ayatnya mempunyai asbab al nuzul sebanyak : 82 surat/ 71,90% (Al wahidi) , 103 surat/ 90,35% (Al suyuti), dan 55 surat/ 48,24% (Muqbil bin Hadi). Namun tetap tidak signifikan, karena
yang menjadi ukuran adalah jumlah ayat-ayat yang mempunyai asbab al nuzul.
Dari
perspektif kuantitatif di atas bisa disimpulkan bahwa sebetulnya dalam memahami
ataupun menafsirkan Alquran, faktor pengetahuan asbab al nuzul bukan segala-galanya, apalagi di
anggap sebagai sesuatu yang mutlak, yang seakan-akan tidak mungkin bisa
memahami Alquran tanpa asbab
al nuzul. Atau dengan kata
lain bisa dinyatakan bahwa, penggunaan asbab
al nuzul hanya diperlukan
pada ayat-ayat yang tidak dapat dipahami secara tepat berdasarkan teksnya saja.
________
[16]. M. Roem Rowi,
2005:12
[17]. (M.Roem Rowi, 2005:16
Diantaranya
adalah ayat :
¨bÎ) $xÿ¢Á9$# nouröyJø9$#ur `ÏB Ìͬ!$yèx© «!$# ( ô`yJsù ¢kym |Møt7ø9$# Írr& tyJtFôã$# xsù yy$oYã_ Ïmøn=tã br& §q©Üt $yJÎgÎ/ 4
"Sesungguhnya shafa dan marwa adalah
sebagian dari syiar Allah, maka barangsiapa beribadah haji ke baitullah atau
berumah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'I antara keduanya…(QS. Al-Baqarah: 158).
Dalam
redaksi ayat tersebut terdapat kalimat la
junaha (tidak ada dosa
besar) yang memberikan pengertian menafikan kewajiban sa'i. Kemudian Zubair
bertanya kepada kepada Aisyah ra, tentang hal tersebut yang kemudian
diterangkan bahwa kalimat la
junaha tidak berarti
menafikan kewajiban, melainkan berarti menghilangkan perasaan berdosa dan beban
dari hati kaum muslimin ketika melaksanakan sa'i antara shafa dan marwa, sebab
perbuatan itu termasuk tradisi jahiliyah. Dalam riwayat disebutkan bahwa di
daerah shafa terdapat patung yang dinamakan ishaf , dan di atas marwa ada patung
lain yang bernama nailah.
Jauh sebelum islam datang, ketika orang musyrik mengerjakan sa'i, mereka
melakukannya sambil mengusap
kedua patung tersebut. Setelah
islam datang dan kedua patung itu dihancurkan, kaum muslimin masih merasa
keberatan untuk melakukan sa'i, sehingga turunlah ayat tersebut.
KESIMPULAN
1.
Asbabun nuzul adalah sebab turunnya
al-Qur’an (berupa peristiwa/ pertanyaan) yang melatarbelakangi turunnya ayat
al-Qur’an dalam rangka menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah
yang timbul dari kejadian tersebut.
2.
Macam-macam asbabun nuzul ada 2, yaitu :
a.
Dari sudut pandang redaksi yang
dipergunakan dalam riwayat asbabun nuzul meliputi sharih dan muhtamilah
b.
Dari sudut pandang terbilangnya asbab
an-nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu asbab an-nuzul
meliputi :
·
Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi
turunnya satu ayat
·
Satu sebab yang melatarbelakangi turunnya
beberapa ayat
3.
Urgensi asbabun nuzul
a.
Penegasan bahwa al-Qur’an benar dari Allah
b.
Penegasan bahwa Allah benar-benar
memperhatikan Rasul dalam menjalankan misi risalahnya
c.
Penegasan bahwa Allah selalu bersama para
hambanya dengan menghilangkan duka cita mereka
d.
Sarana memahami ayat secara tepat
e.
Mengatasi keraguan ayat yang diduga
mengandung pengertian umum
f.
Mengkhususkan hukum yang terkandung dalam
al-Qur’an
g.
Mengidentifikasi pelaku yang menyebabkan
turunnya ayat
h.
Memudahkan menghafal dan memahami ayat
serta memantapkan wahyu di hati orang yang mendengarnya
i.
Mengetahui makna serta rahasia yang
terkandung dalam al-Qur’an
j.
Menentukan apakah ayat mengandung pesan
khusus/umum.
4.
Kaidah hukum
yang belum jelas dalam al-Qur’an, dapat dipermudah dengan mengetahui
asbab-nuzulnya. Karena dengannya penafsiran ayat lebih jelas untuk dipahami.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid, Ramli, Ulumul Qur’an, Jakarta
: Rajawali, 1994
Abdullah, Mawardi, Ulumul Qur’an,
Jakarta : Pustaka Pelajar, 2011
Ahmadehirjin, Moh., Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Primayasa, 1998.
Ahmad, Ulumul Qur’an I, Bandung : CV.
Pustaka Setia, 1997
Al-Qathan, Mana’, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits,
t.tp., 1973.
Al-Khattan, Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,
Bogor : PT. Pustaka
Litera Antar Nusa Syadali, 2001
Al-Utsaimin, Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang:
Dina Utama, 1989.
Anwar, Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung:
Pustaka Setia, 2006.
As-Shalih, Subhi, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an, Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1985.
Shalih, Subhi, Mabahits fi ‘Ulumul Qur’an, Dar
al-Qalam li Al-Malayyin, Beirut,
1988.
Shihab, Quraish, Rasionalitas Al-Qur’an,
Tangerang : Lentera Hati, 2007
Syadali, Ahmad, dan Ahmad Rifa’i, Ulumul Qur’an I, Bandung:
Pustaka Setia, 2006.
Thaba’thaba’i, Allamah M.H., Mengungkap Rahasia al-Qur’an, Bandung:
Mizan, 1987.
Thamrin, Husni, Muhimmah Ulumul Qur’an,
Semarang : Bumi Aksara, 1982
Zuhdi, Masfuk, Pengantar Ulumul Qur’an,
Surabaya : Bina Ilmu, 1993
Read more at: http://aadesanjaya.blogspot.com/2009/12/makalah-asbabun-nuzul.html
Copyright aadesanjaya.blogspot.com
Copyright aadesanjaya.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar